PENDIDIKAN KARAKTER UNTUK MEMBANGUN PERILAKU POSITIF
ANAK SEKOLAH DASAR
Oleh:
Esti Wahyuningsih
12108241078
A.
PENDAHULUAN
Hingga
saat ini, kehidupan bangsa Indonesia ternyata belum sesuai dengan apa yang
dicita-citakan seperti dalam UUD 1945. Kasus korupsi merajalela, kriminalitas
di mana-mana, kemiskinan yang tak kunjung usai dan masih banyak lagi
kasus-kasus lain yang sedang terjadi di negara kita ini. Hal ini terjadi karena
masyarakat telah mengalami degradasi moral, akhlak dan budi pekerti. Seolah-olah
masyarakat Indonesia ini telah kehilangan karakter yang sudah sekian lama
dibangun. Di dalam kondisi yang seperti ini, generasi muda merupakan harapan yang
seharusnya dapat membawa perubahan ke arah yang lebih baik. Generasi muda yang
diharapkan adalah generasi muda yang unggul dan berkarakter. Untuk menghasilkan
generasi muda yang unggul dan berkarakter, salah satu upaya yang dapat
dilakukan adalah melalui pendidikan. Akan tetapi, pendidikan di Indonesia saat
ini belum sepenuhnya menjawab persoalan tersebut. Dengan kata lain pendidikan
di Indonesia belum sepenuhnya dapat membentuk generasi muda yang unggul dan
berkarakter. Keunggulan generasi muda dapat dibentuk melalui rangkaian usaha
peningkatan prestasi peserta didik, sedangkan karakter perserta didik dapat
dibentuk melalui keteladan moral.
Untuk membentuk generasi muda yang
unggul dan berkarakter, upaya pendidikan harus dilakukan sejak dini. Pendidikan
yang dimaksud bukan hanya pendidikan yang menekankan pada ilmu dan pengetahuan
saja, namun juga menekankan pada pendidikan karakter. Seperti yang telah
digembor-gemborkan akhir-akhir ini, pendidikan karakter merupakan suatu hal
yang penting, agar bangsa Indonesia tidak kehilangan jati dirinya. Melalui
pendidikan karakter diharapkan terjadi transformasi yang dapat menumbuhkan dan
mengembangkan karakter positif, serta mengubah watak yang tidak baik menjadi
baik.
Pengembangan karakter, seharusnya tidak
hanya dilakukan di area pendidikan formal di sekolah saja, namun juga melalui
pendidikan informal di dalam keluarga dan pendidikan nonformal di dalam
masyarakat. Di lingkungan formal, pendidikan karakter harus mulai diterapkan
sejak anak masih dalam usia Play Group (PG), Pendidikan Anak Usia
Dini (PAUD), Taman Kanak-Kanak (TK) dan Sekolah Dasar (SD). Masa-masa tersebut
merupakan masa yang tepat untuk anak dididik dan dikembangkan agar bisa menjadi
anak yang baik, disiplin, bertanggung jawab dan dapat dipercaya. Akan tetapi
tidak hanya berhenti di SD saja, pendidikan karakter juga masih harus tetap
diterapkan di Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA)
hingga Perguruan Tinggi (PT). Tidak cukup hanya dengan pendidikan formal saja,
pendidikan karakter juga harus dilakukan dilakukan secara informal dan nonformal.
Pendidikan formal di sekolah dan informal di lingkungan keluarga harus
dipadupadankan dan dioptimalkan agar pembentukan karakter anak dapat terlaksana
secara sempurna.
Dalam
kenyataannya, di sekolah masih banyak ditemukan peserta didik yang menyontek
saat ujian, bersikap malas saat pelajaran, tawuran antar pelajar, terjerat
kasus narkoba, terlibat dalam pergaulan bebas, rendahnya kepedulian terhadap
sesama, sopan santun yang mulai ditinggalkan dan berkurangnya rasa hormat
terhadap orang tua, merupakan contoh kasus nyata dan banyak terjadi pada
generasi muda. Kasus lain yang mencoreng citra pendidikan Indonesia adalah geng
pelajar dan geng motor yang sangat meresahkan masyarakat. Semua perilaku
negatif yang dilakukan dikalangan pelajar ini merupakan bukti kerapuhan
karakter yang cukup parah. Hal ini terjadi karena tidak optimalanya
pengembangan karakter di dalam pendidikan formal serta kondisi lingkungan
informal yang tidak mendukung.
Sudah saatnya prilaku-perilaku negatif
seperti tersebet di atas harus dihilangkan, dan diganti dengan
perilaku-perilaku positif. Di dalam artikel ini akan sedikit dibahas tentang pendidikan
karakter untuk membangun prilaku positif anak Sekolah Dasar (SD).
B.
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
karakter
Istilah
karakter berasal dari bahasa Yunani, charassein,
yang berarti to engrave atau mengukir.
Menurut Sigmund Freud (dalam Zaenal Abidin 2011: 30) “character is a striving system which underly behaviour. Karakter
diartikan sebagai kumpulan tata nilai yang mewujud dalam suatu sistem daya
dorong (daya juang)yang melandasi pemikiran, sikap dan perilaku yang akan
ditampilkan secara mantap.” Menurut
Gordon W. Allport (dalam Sri Marwanti 2011:
2) karakter merupakan suatu
organisasi yang dinamis dari sistem psikofisik individu yang menentukan tingkah
laku dan pemikiran individu secara khas. Interaksi psikofisik mengarahkan
tingkah laku manusia. Karakter bukan sekedar sebuah kepribadian (personality) karena karakter
sesungguhnya adalah kepribadian yang ternilai (personality evaluated).
Menurut
Hardiman (2001: 70) pendidik dan psikolog yang terlibat dalam pendidikan
karakter mendefinisikan karakter sebagai sifat-sifat suatu keperibadian yang
tunduk pada sanksi-sanksi moral dari masyarakat.
Karakter
merupakan aktualisasi potensi dari dalam dan internalisai nilai-nilai moral
dari luar agar menjadi bagian dari kepribadian. Karakter merupakan nilai-nilai
yang terpatri dalam diri melalui pendidikan, pola asuh, percobaan, pengorbanan,
dan pengaruh lingkungan sehingga menjadi nilai intrinsik yang melandasi sikap
dan perilaku seseorang. Karakter tidak datang sendirinya melainkan harus
dibentuk, ditumbuhkembangkan dan dibangun dengan sadar dan sengaja. Menurut
Mendiknas (2011: 8), terdapat sembilan
pilar karakter yaitu:
a. Karakter
cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya.
b. Kemandirian
dan tanggung jawab.
c. Kejujuran/
amanah dan diplomatis.
d. Hormat
dan santun.
e. Dermawan
dan suka tolong-menolong dan gotong royong/kerjasama.
f. Percaya
diri dan pekerja keras.
g. Kepemimpinan
dan keadilan.
h. Baik
dan rendah hati.
i.
Karakter toleransi, kedamaian dan
kesatuan.
2.
Pengertian
Pendidikan Karakter
Pendidikan
karakter bukanlah sebuah wacana yang baru dalam dunia pendidikan. Sejak awal
kemerdekaan, masa orde lama, masa orde lama, masa orde baru dan sampai masa
reformasi sekarang ini sudah diakukan dengan berbagai macam bentuk. Namun
hingga saat ini belum membuahkan hasil yang optimal, terbukti masih marakanya
kasus kasus seperti yang telah disinggung di depan.
Berikut
ini adalah pendapat dari beberapa ahli tentang pengertian pendidikan karakter. T. Ramli (Sri Narwanti, 2011:
15), mengemukakan
bahwa pendidikan karakter
memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan
akhlak. Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu
yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru
membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan perilaku
guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, cara guru bertoleransi, dan
berbagai hal terkait lainnya.
Zainal Aqib (2011:38),
mengemukakan bahwa pendidikan
karakter merupakan keseluruhan dinamika relasional antar pribadi dengan
berbagai macam dimensi, baik dari dalam maupun dari luar dirinya. Agar pribadi
itu semakin dapat menghayati kebebasannya sehingga ia dapat semakin bertanggung
jawab atas pertumbuhan dirinya sendiri sebagai pribadi dan perkembangan orang
lain dalam hidup mereka. Singkatnya, pendidikan karakter bisa diartikan sebagai
sebuah bantuan sosial agar individu itu dapat bertumbuh dalam menghayati
kebebasannya dalam hidup bersama dengan orang lain di dunia.
Menurut
Kemendiknas (2011: 21), secara praktis pendidikan karakter adalah suatu sistem
penanaman nilai-nilai karakter pada warga sekolah yang meliputi komponen
pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan
nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME). Diri sendiri,
sesama, lingkungan, maupun, kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil.
Pendidikan
karakter adalah pendidikan budi pekerti plus,yaitu yang melibatkan aspek
pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Menurut Thomas Lickona (dalam
Kemendiknas 2011: 7), tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan tidak akan
efektif.
Jadi,
dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter adalah pendidikan nilai, pendidikan
budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, atau pendidikan akhlak yang
bertujunnya mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan
baik-buruk, dan mewujudkan kebaikan kebaikan dalam kehidupan sehari-hari dengan
sepenuh hati.
3.
Komponen
Pendidikan Karakter
Pendidikan
karakter merupakan proses pembentukan budi pekerti plus yang melibatkan aspek
pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Integrasi diantara ketiganya
akan menciptakan satu tatanan terpadu yang bermuara pada proses pembentukan
karakter. Peserta didik sebagai subyek pendidikan di sekolah perlu diberikan
satu pengalaman dan pembelajaran yang mencakup aspek pengetahuan, perasaan, dan
tindakan. Dengan modal pengetahuan, peserta didik dapat memiliki ilmu
pengetahuan agar siap digunakan sebagai bekal pada proses kehidupan yang akan
dialami di masa yang akan datang. Melalui perasaan, ilmu pengetahuan yang tidak
terbatas akan dikendalikan dan dikembangkan dengan mempertimbangkan aspek
emosional. Adapun tindakan yang dihasilkan merupakan perwujudan dari proses pengembangan
pengetahuan (cognitive) melalui
pertimbangan perasaan (feeling).
Secara tersirat dapat diambil satu konsep pemikiran bahwa proses pendidikan
yang bermuara pada pembelajaran (baik secara kurikuler, eksrtakurikuler, maupun
ko-kurikuler) tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya yang melibatkan ketiga
aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor. Ketiganya merupakan satu integrasi
yang tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya.
Menurut Lickona (Zubaedi,
2004:7-8), pendidikan karakter yang benar harus melibatkan aspek knowing the good (moral knowing), desiring
the good atau loving the good (moral feeling), dan
acting the good (moral action).
a. Moral knowing (pengetahuan
moral). Moral knowing (pengetahuan moral) berhubungan dengan bagaimana
seorang individu mengetahui sesuatu nilai yang abstrak yang dijabarkan dalam 6
sub komponen, antara lain: (a) moral awareness (kesadaran moral),
(b) knowing moral values (pengetahuan nilai moral), (c) perspective-taking (memahami sudut pandang lain), (d) moral reasoning (penalaran
moral), (e) decision-making (membuat
keputusan), (f) self-knowledge (pengetahuan diri)
b. Moral feeling (sikap
moral). Moral feeling (sikap
moral) merupakan tahapan tingkat lanjut pada komponen karakter yang dijabarkan
dalam 6 sub komponen, antara lain: (a)
Conscience (nuranI), (b) Self-esteem (harga diri), (c)
Empathy (empati), (d) Loving the good (cinta kebaikan), (e)
Self-control (kontrol diri) dan (f) Humility (rendah hati).
c. Moral action (perilaku
moral). Moral action (perilaku moral) dibangun atas 3 sub komponen
antara lain: (a) Competence (kompetensi), (b) Will
(keinginan) dan (c) Habit (kebiasaan).
4.
Prinsip
Pendidikan Karakter
Menurut
Lickona (dalam Kemendiknas 2011: 11) terdapat sebelas prinsip agar pendidikan
karakter dapat berjalan efektif, yaitu:
a. Kembangkan
nilai-nilai etika inti dan nilai-nilai kinerja pendukungnya sebagai pondasi karakter yang baik.
b. Definisikan
“karakter” secara komperhensif yang mencakup pikiran, perasaan dan perilaku.
c. Gunakan
pendekatan yang komperhensif, disengaja dan proaktif dalam pengembangan
karakter.
d. Ciptakan
komunitas sekolah yang penuh perhatian.
e. Beri
peserta didik kesempatan untuk melakukan tindakan moral.
f. Buat
kurikulum akademik yang bermakna dan menantang yang menghormati semua peserta
didik, mengembangkan karakter dan membantu peserta didik untuk berhasil.
g. Usahakan
mendorong motivasi diri peserta didik.
h. Libatkan staf sekolah sebagai komunitas pembelajaran
dan moral untuk berbagi tanggung jawab dalam pendidikan karakter dan untuk
mematuhi nilai-nilai inti yang sama dalam membimbing pendidikan peserta didik.
i.
Tumbuhkan kebersamaan dalam kepemimpinan
moral dan dukungan jangka panjang bagi inisiatifpendidikan karakter.
j.
Libatkan anggota keluarga dan masyarakat
sebagi mitra dalam upaya pembangunan karakter.
k. Evaluasi
karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai pendidik karakter, dan sejauh
mana peserta didik memanifestasikan karakter yang baik.
Pendidikan
karakter yang efektif, diharapkan dapat menyertakan usaha untuk menilai
kemajuan. Ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan, yaiyu: (1) karakter
sekolah, (2) pertumbuhan staf sekolah sebagai pendidik karakter dan (3)
karakter peserta didik.
Menurut
Kemendiknas (2010: 11-13) ada empat prinsip yang digunakan dalam penegmbangan
pendidikan karakter, yaitu:
a. Berkelanjutan.
Mengandung
makna bahwa proses pengembangan nilai-nilai karakter merupakan sebuah proses
panjang dimulai dari awal peserta didik masuk sampai selesai dari satuan
pendidikan.
b. Melalui
semua mata pelajaran, pengembangan dan budaya satuan pendidikan.
Prinsip
ini memiliki makna bahwa proses pengembangan karakter dilakukan melalui setiap
mata pelajaran, dan dalam setiap kegiatan kurikuler, eksrtakurikuler dan
ko-kurikuler.
c. Nilai
tidak diajarkan tetapi dikembangkan melaui proses belajar. Prinsip ini
mengandung makna bawa materi nilai-nilai karakter bukanlah bahan ajar biasa.
Tidak semata semata dapat ditangkap sendiri atau diajarkan, tetapi lebih jauh
di internalisasi melalui proses belajar.
d. Proses
belajar dilakukan peserta didik secara aktif dan menyenangkan.
Prinsip
ini menyatakan bahwa proses pendidikan karakter dilakukan oleh peserta didik
bukan pendidik. Prinsip ini juga menyatakan bahwa proses pendidikan dilakukan
dalam suasana belajar yang menimbulkan rasa senang.
5.
Tujuan
Pendidikan Karakter
Mendiknas
(2011: 6) mengemukakan bahwa pemebentukan karakter merupakan salah satu tujuan
pendidikan nasional. Di dalam pasal 1 UU Sisdiknas tahun 2003 juga telah
disebutkan bahwa di antara tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan
potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan dan akhlak mulia.
Menurut Dharma Kesuma, Cepi Triatna, dan Johar Permana
(Sri Narwanti (2011:17), tujuan pendidikan karakter adalah sebagai berikut :
a. Memfasilitasi penguatan dan pengembangan nilai-nilai tertentu
sehingga terwujud dalam perilaku anak, baik ketika proses sekolah maupun
setelah proses sekolah (setelah lulus dari sekolah).
b.
Mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak bersesuaian dengan
nilai-nilai yang dikembangkan masyarakat.
c.
Membangun
koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat dalam memerankan tanggung
jawab pendidikan karakter secara bersama.
6.
Fungsi
Pendididkan Karakter
Fungi
pedndidikan karakter adalah untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk bakat
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam mencerdasakan kehidupan
berbangsa. Secara lebih khusus dan terperinci Kemendiknas (2011: 9-10)
menyebutkan bahwa pendidikan karakter mempunyai fungsi sebagai berikut:
a. Pembentukan
dan Pengembangan Potensi
Pendidikan
karakter berfungsi membentuk dan mengembangkan potensi manusia atau warga
negara Indonesia agar berpikir baik, berhati baik dan berperilaku sesuai dengan
falsafah hidup Pancasila.
b. Perbaikan
dan Penguatan
Pendidikan
karakter berfungsi untuk memperbaiki karakter manusia dan warga negara
Indonesia yang bersifat negatif dan membentuk peran keluarga, satuan pendidikan
masyarakat dan pemerintah untuk ikut berpartisipasi dan bertanggung jawab dalam
pengembangan potensi manusia atau warga negara menuju bangsa yang berkarakter,
maju, mandiri dan sejahtera.
c. Penyaringan
Pendidikan
karakter bangsa berfungsi memilah nilai-nilai budaya bangsa sendiri dan
menyaring budaya bangsa lain yang positif untuk menjadi karakter manusia dan
warga negara Indonesia agar lebih bermanfaat.
7.
Pengertian
Perilaku
Perilaku
adalah segala sesuatu yang dilakukan dan dikatakan manusia baik secara sadar
maupun secara tidak disadari. Perilaku merupakan semua kegiatan atau aktivitas,
baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar.
Ada
dua jenis perilaku yaitu perilaku posotif dan perilaku negatif. Perilaku
positif merupakan perilaku baik yang sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma
kehidupan yang berlaku dalam masyarakat, sedangkan perilaku negatif ialah
perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma kehidupan yang
berlaku dalam masyarakat atau bahkan bertentangan.
8.
Perilaku
Positif yang dibangun
Seperti
telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, perilaku positif merupakan perilaku
baik yang sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma kehidupan yang berlaku
dalam masyarakat. Melalui pendidikan karakter, khusunya di Sekolah Dasar
diharapkan akan terbentuk perilaku-perilaku positif yang sesuai dengan
nilai-nilai luhur Pancasila, di antaranya adalah seperti berikut ini:
a. Religius
Religius
merupakan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya,
toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain dan hidup rukun dengan pemeluk
agama lain.
b. Toleransi
Toleransi
adalah perilaku yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap,
dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
c. Jujur
Jujur
merupakan perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang
yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
d. Disiplin
Disiplin
adalah tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai
ketentuan dan peraturan.
e. Kerja
keras
Kerja
keras merupakan perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi
berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan
sebaik-baiknya.
f. Kreatif
Berpikir
dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang
telah dimiliki.
g. Mandiri
Mandiri
adalah sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam
menyelesaikan tugas-tugas.
h. Demokratis
Demokratis
merupakan carara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan
kewajiban dirinya dan orang lain.
i.
Rasa Ingin Tahu
Rasa
ingin tahu merupakan perilaku yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih
mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
j.
Semangat Kebangsaan
Semangat
kebangsaan merupakan cara berpikir, bertindak dan berwawasan yang menempatkan
kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
k. Cinta
Tanah Air
Cinta
tanah air merupakan cara berfikir,
bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan
yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi dan
politik bangsa.
l.
Menghargai Prestasi
Menghargai
prestasi merupakan perilaku yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu
yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan
orang lain.
m. Bersahabat
Bersahabat
merupakan perilaku yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan
bekerja sama dengan orang lain.
n. Cinta
Damai
Cinta
damai merupakan sikap, perkataan dan tindakan yang menyebabkan orang lain
merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
o. Gemar
Membaca
Gemar
membaca merupakan suatu kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai
bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
p. Peduli
Lingkungan
Peduli
lingkungan merupakan perilaku yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada
lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki
kerusakan alam yang sudah terjadi.
q. Peduli
Sosial
Peduli
sosial merupakan perilaku yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan
masyarakat yang membutuhkan.
r.
Tanggung Jawab
Tanggung
jawab merupakan sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan
kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat,
lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
9.
Pengimplementasian
Pendidikan Karakter pada Jenjang Sekolah
Dasar
Dalam
pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen
pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian,
kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan
sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana
prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah.
Pendidikan
karakter pada jenjang Sekolah Dasar dapat diimplementasikan dalam pembelajaran
pada setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma dan
nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan dan
dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran
nilai-nilai karakter tidak hanya pada aspek kognitif saja, tetapi juga
menyentuh intrnalisasi dan pengalaman nyata dalam kehidupan peserta didik
sehari-hari di masyarakat.
Beberapa
mata pelajaran di Sekolah Dasar yang memasukan nilai-nilai karakter adalah
Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), akan tetapi pengembangan mata
pelajaran tersebut saat ini masih kurang optimal. Misalnya saja pada mata
pelajaran Pkn yang diajarkan di Sekolah Dasar lebih banyak mentransferkan
pengetahuan dan ketrampilan, tanpa disertai dengan internalisasi nilai-nilai
yang terkandung dalam pengetahuan tersebut. Pendidikan Kewarganegaraan
seharusnya, lebih menekankan pada pembentukan karakter dengan membudayakan
perilaku yang bersumber dari nilai-nilai luhur Panacsila seperti yang telah
disebutkan pad bab sebelumnya. Dengan pembiasaan perilaku-perilaku yang sesuai
dengan Pancasila, diharapkan akan terbentuk peserta didik yang mempunyai
perilaku-perilaku positif. Selain Pendidikan Kewarganegaraan dan Agama, mata
pelajaran lain yang diajarkan di Sekolah Dasar sesungguhnya mengandung
nilai-nilai dan norma yang tidak dijelaskan secara langsung, jadi guru harus
dapat menyampaikan nilai-nilai dan norma yang terkandung dalam setiap mata
pelajaran.
Selain
melalui pembelajaran di kelas pendidikan karakter guna menghasilkan perilaku positif juga dapat di kembangkan melalui
kegiatan eksta kurikuler. Kegiatan eksrtakurikuler yang diselenggarakan sekolah
merupakan salah satu media yang potensial untuk membangun karakter peserta
didik. Kegiatan eksrtakurikuler merupakan kegiatan di luar pelajaran yang berguna untuk membantu pengembangan peseta
didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat dan minat. Melalui kegiatan eksrtakurikuler
diharapkan dapat mengambangakan kemampuan dan rasa tanggung serta potensi dan
prestasi pesrta didik.
Untuk
mengembangkan pendidikan karakter di dalam proses pembelajaran, di perlukan
kreatifitas dan kecerdasan para guru. Selain itu juga guru harus memiliki
komitmen untuk membangun karakter peserta didik. Paling tidak guru tersebut
harus bisa menjadi panutan dalam bersikap, bertuturkata dan bertingkah laku.
Guru harus bisa menjadi menjadi teladan bagi peserta didiknya.
Selain
guru, orang tua peserta didik harus menjadi partner
dalam membentuk karakter anak, bahkan mempunyai peran utama. Sekolah yang
menjalankan pendidikan karakter harus mempunyai rencana yang jelas tentang
kegiatan yang dapat dilakukan bersama orang tua peserta didik agar pembentukan
karakter anak dapat terwujud. Missalnya, sekolah dapat melakukan seminar atau workshop untuk meningkatkan kesadaran
para orang tua peserta didik dan melibatkan mereka dalam kegiatan pendidikan
karakter. Hal lain yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan pekerjaan
rumah yang dapat dikerjakan bersama antara orang tua dan anaknya di rumah.
Sebagai contoh, membaca atau membuat puisi tentang topik tertentu, membaca buku
cerita yang topiknya ditentukan dan sebagainya. Cara ini dapat mengajak seluruh
orang tua peserta didik untuk dapat terlibat dalam pendidikan karakter
anak-anaknya.
Satu
hal yang harus diperhatikan, penanaman pendidikan karakter di jenjang Sekolah
Dasar harus memperhatikan 11 prinsip pendidikan karakter sesuai dengan yang
telah dijelaskan diatas.
3.
KESIMPULAN
Banyaknya
kasus-kasus yang terjadi di Indonesia seperti korupsi, premanisme, perampokan
dan lain-lain adalah disebabkan karena runtuhnya karakter diri yang dimiliki
oleh para pelaku. Hal yang dapat dilakukan untuk memperbaiki keadaan tersebut
adalah dengan memperbaiki karakter dari masing-masing individu, melalui
pendidikan karakter. Pendidikan karakter seharusnya dimulai sejak dini, mulai
dari Play Group hingga perguruan
tingi. Di Sekolah Dasar, pendidikan karakter dapat diimplementasikan melalui
pembelajaran di kelas dan melalui kegiatan ekstrakurikuler. Selain itu pihak
sekolah harus dapat bekerja sama dengan orang tua agar penanaman pendidikan
karakter dapat terlaksana dengan optimal.
Diharapkan
melalui pemebelajaran di kelas dan melalui kegiatan eksrtakurikuler sikap serta
perilaku positif peserta didik dapat terwujud. Tentunya dengan bantuan dari
orang tua masing-masing peserta didik. Dengan begitu akan dihasilkan generasi
penerus bangsa yang bertanggung jawab, memiliki kecerdasan, kepribadian dan
akhlak mulia.
DAFTAR PUSTAKA
Budi
Hardiman. 2001. Pendidikan Moral sebagai
Pendidikan Keadilan dalam Pendidikan: Kegelisahan Sepanjang Zaman.
Yogyakarta: Kanisius
Fatchul
Mu’in. 2011. Pendidikan Karakter:
Konstruksi Teoretik & Praktik. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Sekretariat
Direktoral Jendral Pendidikan Dasar Kementerian Pendidikan Nasional. 2011. Mencari Karakter Terbaik dari Belajar
Sejarah. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional.
Sekretariat
Direktoral Jendral Pendidikan Dasar Kementerian Pendidikan Nasional. 2011. Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran PKn.
Jakarta: Kementerian Pendidikan
Nasional.
Sri Narwanti. 2011. Pendidikan Karakter (Pengintegrasian 18 Nilai Pembentuk Karakter Dalam
Mata Pelajaran). Yogyakarta: Familia.
Zainal
Aqib. 2011. Pendidikan Karakter Membangun
Perilaku Positif Anak Bangsa. Bandung: CV. YRAMA WIDYA.
Zubaedi.
2005. Pendidikan Berbasis Masyarakat
(Upaya Menawarkan Solusi Terhadap Berbagai Problem Sosial). Yogyakarta:
PUSTAKA PELAJAR.